banua hujung tanah
referensi seputar budaya, sejarah, adat, sastra banjar, dayak, etnisitas banjar-dayak, dan cerita lucu bahasa banjar
RIWAYAT DATU SANGGUL
RIWAYAT DATU SANGGUL
Sumber: mypbm.forumotion.com
Menurut riwayat, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari pernah bertemu
dengan DatuSanggul sewaktu masih menuntut ilmu di Mekkah. Dalam beberapa
kali
pertemuan tersebut, keduanya kemudian sharing dan diskusi masalah ilmu
ketuhanan. Hasil dari diskusi mereka tersebut kemudian ditulis dalam
sebuah kitab yang oleh orang Banjar dinamakan kitab Barencong. Siapakah
Datu Sanggul?
Berdasarkan tutur lisan yang berkembang dalam masyarakat dan beberapa
catatan dari beberapa orang penulis buku, sepengetahuan penulis
setidaknya ada tiga versi yang menjelaskan tentang sosok dan kiprah Datu
Sanggul.
Versi Pertama menyatakan bahwa Datu Sanggul adalah putra asli Banjar.
Kehadirannya menjadi penting dan lebih dikenal sejarah lewat lisan dan
berita Syekh Muhammad Arsyad yang bertemu dengannya ketika beliau masih
belajar di Mekkah. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Datu Sanggul
pernah berbagi ilmu dengan Syekh Muhammad Arsyad dan melahirkan satu
kitab yang disebut dengan kitab Barencong yang isinya menguraikan
tentang ilmu tasawuf atau rahasia-rahasia ketuhanan dan sampai sekarang
masih menjadi bahan perdebatan serta diragukan keberadaannya, karena
tidak pernah ditemukan naskahnya. Namun walaupun demikian pengertian
dari kitab Barencong itu sendiri dapat kita tinjau dan pahami dari dua
sisi, yakni pemahaman secara tersurat dan secara tersirat. Secara
tersurat boleh jadi kitab tersebut memang ada, berbentuk seperti umumnya
sebuah buku dan ditulis bersama sebagai suatu konsensus keilmuan oleh
Syekh Muhammad Arsyad dan Datu Sanggul (hal ini menggambarkan adanya
pengakuan dari Syekh Muhammad Arsyad akan ketinggian ilmu tasawuf Datu
Sanggul).
Kemudian secara tersirat dapat pula dipahami bahwa maksud kitab
Barencong tersebut adalah simbol dari pemahaman ketuhanan Syekh Muhammad
Arsyad yang mendasarkan tasawufnya dari langit turun ke bumi dan simbol
pemahamanan tasawuf Datu Sanggul dari bumi naik ke langit. Maksudnya
kalau Syekh Muhammad Arsyad belajar ilmu ketuhanan dan tasawuf
berdasarkan ayat-ayat Alquran yang telah diwahyukan kepada Nabi Saw dan
tergambar dalam Shirah hidup beliau, sahabat dan orang-orang sholeh
sedangkan Datu Sanggul mengenal hakikat Tuhan berdasarkan apa-apa yang
telah diciptakan-Nya (alam), sehingga dari pemahaman terhadap alam
itulah menyampaikannya kepada kebenaran sejati yakni Allah, karena
memang pada alam dan bahkan pada diri manusia terdapat tanda-tanda
kekuasaan-Nya bagi mereka yang mentafakurinya. Dengan kata lain ilmu
tasawuf Datu Sanggul adalah ilmu laduni yang telah dikaruniakan oleh
Allah kepadanya. Karena itulah orang yang ingin mempelajari ilmu tasawuf
pada dasarnya harus menggabungkan dua sumber acuan pokok, yakni
berdasarkan wahyu (qauliyah) dan berdasarkan ayat-ayatNya “tanda-tanda”
(qauniyah) yang terpampang jelas pada alam atau makhluk ciptaanNya.
Versi Kedua, menurut Zafri Zamzam (1974) Datu Sanggul yang dikenal
pula sebagai Datu Muning adalah ulama yang aktif berdakwah di daerah
bagian selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya), ia giat
mengusahakan/memberi tiang-tiang kayu besi bagi orang-orang yang
mendirikan masjid, sehingga pokok kayu ulin besar bekas tebangan Datu
Sanggul di Kampung Pungguh (Kabupaten Barito Utara) dan pancangan tiang
ulin di pedalaman Kampung Dayak Batung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan)
serta makam beliau yang panjang di Kampung Tatakan (Kabupaten Tapin)
masih dikenal hingga sekarang. Salah satu karya spektakulernya yang
masih dikenang hingga kini adalah membuat tatalan atau tatakan kayu
menjadi soko guru masjid desa Tatakan, sebagaimana yang pernah dilakukan
oleh Sunan Kalijaga ketika membuat soko guru dari tatalan kayu untuk
masjid Demak. Tidak ada yang tahu siapa nama asli tokoh ini, sebutan
Datu Sanggul adalah nama yang diberikan oleh Syekh Muhammad Arsyad
ketika beliau menjawab tidak memakai ilmu atau bacaan tertentu, kecuali
“hanya menjaga keluar masuknya nafas, kapan ia masuk dan kapan ia
keluar”, sehingga dapat secara rutin pulang pergi sholat ke Masjidil
Haram setiap hari Jumat.
Versi ketiga, berdasarkan buku yang disusun oleh H.M. Marwan (2000)
menjelaskan bahwa nama asli Datu Sanggul adalah Syekh Abdus Samad, ia
berasal dari Aceh (versi lain menyebutkan dari Hadramaut dan dari
Palembang). Sebelumnya Datu Sanggul sudah menuntut ilmu di Banten dan di
Palembang, ia menjadi murid ketiga dari Datu Suban yang merupakan
mahaguru para datu yang ahli agama dan mendalami ilmu Tasawuf asal
Pantai Jati Munggu Karikil, Muning Tatakan Rantau. Informasi lain yang
berkembang juga ada yang menyatakan bahwa nama asli Datu Sanggul adalah
Ahmad Sirajul Huda atau Syekh Jalil. Datu Sanggul atau Syekh Abdus Samad
satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban untuk menerima kitab
yang terkenal dengan sebutan kitab Barincong, beliau juga dianggap
memiliki ilmu kewalian, sehingga teristimewa di antara ketigabelas orang
murid Datu Suban.
Datu Sanggul lebih muda wafat, yakni di tahun pertama kedatangan
Syekh Muhammad Arsyad di Tanah Banjar. Berkat keterangan Syekh Muhammad
Arsyad-lah identitas kealiman dan ketinggian ilmu Datu Sanggul terkuak
serta diketahui oleh masyarakat luas, sehingga mereka yang asalnya
menganggap “Sang Datu” sebagai orang yang tidak pernah shalat Jumat
sehingga tidak layak untuk dimandikan, pada akhirnya berbalik menjadi
hormat setelah diberitakan oleh Syekh Muhammad Arsyad sosok Datu Sanggul
yang sebenarnya.
Banyak cerita yang lisan yang beredar di masyarakat berkenaan dengan
keramat Datu Sanggul. Diceritakan bahwa Kampung Tatakan pernah dilanda
Banjir, akibat hujan lebat, sehingga jalan-jalan di Kampung tergenang
oleh air. Pas ketika hari Jumat, biasanya orang kalau mengambil air
wudhu di sungai yang mengalir, dengan duduk di batang. Tetapi ketika
Datu Sanggul datang dan berwudhu dalam penglihatan orang-orang di masjid
beliau menceburkan diri ke sungai, tetapi anehnya ketika naik, badan
beliau tidak basah.
Jamaah Masjid juga pernah menyaksikan ketika shalat, dalam beberapa menit
tubuh Datu Sanggul melayang di udara dan hilang dari pandangan orang
banyak. Riwayat juga ada menceritakan tentang berpindah-pindahnya
kuburan dari Datu Sanggul dari beberapa tempat, sampai yang terakhir di
Tatakan.
Berdasarkan paparan di atas menjadi satu catatan penting, untuk
menggagas kembali penelitian sejarah yang mengungkapkan riwayat hidup
tokoh sentral masyarakat Tapin ini secara detail, guna melengkapi dan
memperkaya khazanah tulisan-tulisan yang sudah ada mengenai riwayat
hidup, sejarah perjuangan dan kiprah beliau di Bumi Kalimantan, seperti
“Riwayat Datu Sanggul dan Datu-Datu” oleh sejarawan Banjar Drs. H. A.
Gazali Usman, atau pula “Manakib Datu Sanggul”, oleh H.M. Marwan. Tenut
saja, agar generasi yang hidup di masa sekarang dan masa mendatang tidak
pangling
terhadap sejarah dan tokoh yang menjadi “maskot” daerah mereka. Dalam
artian bukan maksud untuk mengagung-agungkan apalagi mengkultuskan
mereka, tetapi untuk mengikuti jejak hidup, perjuangan dan akhlak
positif sesuai prinsip ajaran agama yang telah ditorehkannya.
Wallahua’lam.
Like this:
Be the first to like this post.
Posted on 3 April 2010 in Kisah Datu-Datu Kalimantan and tagged Arsip Daerah Banjar, Banjar, datu kalimantan, Kisah, kitab barencong, tasawuf.
14 Komentar
Tentang banuahujungtanah
Seorang yang tertarik akan budaya, adat, seni, dan sastra Banjar dan Dayak»
- al-ikhwan mengatakan:11 September 2010 pukul 13:26saya tergugah membaca tentang ilmu datu sanggul . rasanya ingin mempelajari akan ilmu beliau yang begitu mulia. kapan saya menemukan ilmu ini dan dengan siapakah saya bertanya?
- banuahujungtanah mengatakan:12 September 2010 pukul 11:11Mungkin kamu bisa bertanya langsung kpd Ulama2 utk daerah kalsel karna ajaran tasawuf yang dibawa beliau, rata2 sudah dikenal ulama2 daerah kalsel
-